Thursday, October 30, 2008

PERMAINAN TRADISIONAL (TAK) LAGI POPULER


Permainan petak umpet yang dulu sangat digemari telah tergantikan permainan sejenis counter strike. Lahan luas sebagai sarana bermainpun sudah tergantikan mal, perumahan, dan rumah toko (ruko). Kini permainan tradisional tak lagi digandrungi anak-anak zaman sekarang.

Kondisi Indonesia yang bervariasi mulai dari alam pegunungan, sungai, dataran, pulau, sampai suku-suku yang mendiaminya, menjadi cikal bakal lahirnya permainan-permainan kreatif yang diciptakan oleh leluhur bangsa. Permainan inipun sarat dengan nilai-nilai filosofis. Nilai-nilai yang disisipkan pun diharapkan dapat dilaksanakan dalam setiap tindakan dengan penuh kesadaran. Sehingga permainan tradisional ini akan banyak memberi pengaruh bagi masa depan bangsa.


Permainan dilakukan hanya untuk meyenangkan hati. Rasa senang dapat dialami oleh setiap orang, kaya atau miskin, orang kota atau desa dan berlaku dari dulu, sekarang, dan seterusnya sampai waktu tak terhingga. Masa anak-anaklah antusiasme permainan tak pernah surut, sehingga di masa ketika mereka baru mengenali permainan diharapkan mampu menangkap nilai-nilai dibalik suatu permainan.


Nilai-nilai luhur yang tersirat didalamnya bisa melekat pada pemain-pemainnya, yakni anak-anak yang kelak akan meneruskan perjuangan mempertahankan bangsa ini. Bagi Prof. Dr. N. Driyarkara S. J, ahli filsafat, pendidikan kebudayaan lokal seperti permainan merupakan awal dari pendidikan kepribadian nasional. Oleh karena itu, setiap pendidikan budaya lokal akhirnya harus diintegrasikan dengan pendidikan nasional.


Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa dalam permainan tradisional sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Dengan bermain bersama, anak-anak dilatih untuk bisa saling menghargai bahwa setiap orang memiliki karakter dan nasib yang berbeda-beda. Sesama manusia harus hidup tolong-menolong dengan bergotong-royong. Selain itu, pada setiap tahap permainan ini anak-anak sudah melatih diri untuk bersikap ulet, jujur, setia kawan, dan disiplin agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.


Permainan tradisional bisa mengasah kemampuan motorik anak, baik kasar maupun halus, serta gerak refleksnya. Selain gerakan motorik, anak juga dilatih bersikap cekatan, berkonsentrasi, dan melihat peluang dengan cepat untuk mengambil keputusan terbaik agar bisa menangkap lawan seperti dalam permainan Benteng. Kemudian permainan seperti dakon dapat merangsang menggunakan strategi. Anak harus pandai menentukan biji di lubang mana yang harus diambil terlebih dahulu, agar bisa mengumpulkan biji lebih banyak dari lawan.Melihat manfaat-manfaat tersebut, sebenarnya permainan tradisional ini penting dilakukan oleh anak-anak zaman sekarang. Selain untuk memperoleh manfaat yang tidak bisa didapat dari permainan modern, juga untuk memacu anak lebih kreatif.


Modernisasi yang bergerak lambat namun pasti telah membuat permainan modern berkembang pesat dengan jenis-jenisnya yang makin variatif, sehingga permainan tradisional kini kian tersisih. Permainan modern memang bisa dimainkan dimana saja dan kapan saja. Mulai dari anak-anak sampai mereka yang telah dewasa pun kini asyik di depan layar TV, komputer, dan handphone (HP) untuk bermain game. Bahkan mereka rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk melengkapi aplikasi game mereka. Hal tersebut tidak mengherankan karena permainan ini tidak memerlukan tempat khusus dan luas serta bisa dimainkan sendiri.


Permainan modern yang saat ini menjadi idola baru bagi anak-anak dinilai kurang mendidik, cenderung individual, materialistis, ingin menang sendiri, dan masih banyak efek negatif lainnya. Ironis memang, permainan modern yang sebagian besar berasal bukan dari negara sendiri, justru semakin digemari. Padahal, permainan tradisional dapat menjadi identitas warisan budaya bangsa ditengah keterpurukan kondisi bangsa saat ini.


Sebagai kota besar yang terus berkembang, Kota Malang sekarang ini mengalami perubahan tidak hanya dari wajah lingkungan sekitar dan wajah-wajah baru warga yang menempati rumah silih berganti namun juga jenis permainan yang dulu popular dimainkan seperti bermain petak umpet, layang-layang, gasing, egrang dan lain-lain. Semakin berkurangnya lahan untuk bermain di Kota Malang menjadi titik awal minimnya anak-anak untuk memainkan permainan tradisional. Lahan terbuka yang selama ini sebagai ruang publik telah banyak tergusur. Padahal, permainan tradisional ini sama dengan olahraga rekreasi yang membutuhkan lahan luas, bahkan sudah diatur dalam Undang-Undang olahraga Rekreasi. Tapi kalau lahan yang ada sekarang ini sudah terasa sempit, tentunya memainkan permainan tradisional akan terbatas pula.


Selama ini, pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang cenderung mengabaikan kebutuhan masyarakat akan lahan terbuka. Bahkan, RTRW yang sudah dirancang seringkali dirubah Pemkot demi keinginan investor. Adagium Malang Ijo Ruko-Ruko sejak Peni Suparto berkuasa. Akibatnya, masyarakatlah yang menuai dampaknya terutama anak-anak yang akan kehilangan lahan untuk bermain.


Pemkot dinilai kurang memerhatikan permainan tradisional dan menyediakan lahan untuk bermain. Apalagi melihat perkembangan permainan tradisional semakin tersisihkan dengan hadirnya permaian-permainan modern.Tak bisa dipungkiri, kurangnya perhatian dari pemerintah, membuat permainan tradisional tertinggal jauh dibanding video game, komputer game, dan jenis permainan modern ektronik lain yang saat ini menjamur di berbagai kota-kota besar. Jika hal ini tidak juga menjadi perhatian serius baik dari pemerintah maupun masyarakat, bukan tidak mungkin salah satu warisan budaya turun temurun itu akan musnah karena ketidaktahuan generasi muda dan generasi seterusnya.


Dengan penghayatan tentang pentingnya generasi-generasi yang tangguh dan bermoral semestinya permainan tradisional tidak ditinggalkan begitu saja lantaran tidak modern. Perlu ditegaskan pula bahwa tidak semua yang kuno itu jelek dan sebaliknya tidak semua yang modern itu baik. Semua kebudayaan semestinya diserap dengan akulturasi yang benar, dalam arti kebudayaan tradisional maupun kebudayaan modern yang baik harus dilestarikan sedangkan kebudayaan yang bernilai tidak baik bagi kemajuan bangsa harus disingkirkan.


Bagaimana mau melestarikan jika tidak tahu jenis-jenis permainan tradisional dan cara memainkannya. Kenyataan ini menjadi suatu tamparan bagi generasi sekarang yang telah banyak berubah seiring berkembangnya teknologi modern. Jika permainan tradisional tetap terjaga tentunya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi suatu daerah, seperti Desa Petungsewu Kecamatan Dau, Malang. Desa ini menerapkan konsep ecotourism, dimana semua kebudayaan tradisional desa ditampilkan mulai dari permainan, tarian, hingga tradisi yang ada. Sebuah langkah kongkret dalam melestarikan budaya tradisional. Dengan begitu, kebudayaan tradisional tidak akan digilas zaman karena dikemas dalam pertunjukan kebudayaan dan pariwisata.

2 comments:

gasing said...

Kami juga salah satu pecinta permainan Tradisional. mari kita jaga, lestarikan dan perkenalkan budaya tradisi bangsa kita.

Tumbuh kembangkan Budaya Tradisi Permainan Tradisional Nuasntara.


sukses selalu

Regards
www.gasingindonesia.wordpress.com

Melia said...

Salam kenal..
Sepakat Mas!
Kebetulan, nih.. bulan ini aku sama temen2 di komunitas Angel Hope mau bikin festival kecil2an ttg permainan tradisional.. charity event, amal gt..
mungkin Masnya bisa partisipasi.. silahkan mampir di blog kami :)

Terima kasih..

http://7fests.wordpress.com/